
CILEGON,SOROSOWAN.CO.ID – Aksi kekerasan brutal yang menimpa delapan wartawan saat melakukan tugas peliputan di kawasan PT. Genesis Regeneration Smelting, Kabupaten Serang, Kamis, 21 Agustus 2025, langsung mengundang kecaman.
Jurnalis Parlemen Cilegon (JPC) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cilegon secara lantang mengecam insiden tersebut, dan mendesak Kapolda Banten untuk segera turun tangan menindak tegas para pelaku, dengan cara menggelar unjuk rasa, di Landmark Kota Cilegon, Provinsi Banten, Kamis (21/8/2025) sore.
Pengunjuk rasa menilai, aksi kekerasan yang terjadi pada wartawan itu bukan lagi sekadar insiden penganiayaan, melainkan sebuah tanda bahaya bagi kebebasan pers dan supremasi hukum di Banten.
Tentu saja, tuntutan ditujukan langsung kepada Kapolda Banten yang baru, Brigjen Pol Hengki, untuk membuktikan komitmennya dalam melindungi kerja-kerja jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang.
Ketua PWI Kota Cilegon Ahmad Fauzi Chan mengaku, aksi solidaritas yang dilakukan pihaknya bersama sejumlah wartawan lain sebagai bentuk dukungan dan penegasan bahwa pers di Banten tidak bisa dipecah belah.
Menurut Fauzi, luka yang dialami para wartawan korban kekerasan di Serang adalah luka yang dirasakan bersama. “Kita wartawan di Provinsi Banten satu kekuatan bersama, satu keluarga yang sama, kita ingin menyatakan kawan-kawan kita yang sakit di Kabupaten Serang karena terjadi kekerasan, intimidasi terhadap profesi wartawan menjadi keprihatinan dan kesakitan yang sama dari kawan-kawan di Cilegon,” katanya.
Fauzi menyoroti adanya dugaan motif yang lebih dalam di balik aksi kekerasan tersebut. Kata dia, perusahaan tempat terjadinya insiden kepada wartawan bukanlah nama baru dalam catatan penegakan hukum lingkungan.
“Diduga perusahaan beroperasi kembali dengan dibekingi ormas dan oknum aparat tertentu. Hal ini menjadi catatan keprihatinan bahwa keamanan di Provinsi Banten masih rentan dikuasai premanisme, oknum-oknum ormas, maupun keterlibatan oknum aparat dalam kegiatan pelanggaran tertentu,” ujarnya.
Kehadiran para jurnalis saat itu dianggap sebagai ancaman, sehingga mendesak agar kasus itu segera dituntaskan.
“Ini harus ditindak tegas oleh Kapolda yang baru, oleh aparat kepolisian. Jangan sampai kasus ini mencoreng institusi hukum, kami menuntut tegas tidak ada lagi kekerasan terhadap profesi jurnalis,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua JPC Hairul Alwan menuntut, semua pihak yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut, tanpa terkecuali, harus diproses hukum.
“Semua yang terlibat baik karyawan, ormas, hingga oknum aparat harus ditindak tegas. Karena apa yang dilakukan sudah termasuk menghalangi kerja-kerja jurnalis yang akan menyampaikan informasi,” ungkapnya.
Alwan menyebutkan, bahwa tindakan kekerasan terhadap pers adalah serangan langsung terhadap pilar demokrasi dan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum dan demokrasi. Kami mendesak Kapolda Banten (Brigjen Pol Hengki) turun tangan menindak kasus kekerasan terhadap jurnalis itu,” tegasnya.***
Penulis: RD Dikdik M
Editor: Abdul Azis