KENAIKAN CUKAI ROKOK yang dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir menjadi topik perdebatan yang cukup hangat. Banyak pihak yang melihat kebijakan ini sebagai langkah kontroversial, sementara yang lain menganggapnya sebagai Investasi terbaik untuk masa depan bangsa. Dalam narasi ini, saya akan mengupas lebih jauh mengenai dampak positif dari kebijakan kenaikan cukai rokok, baik dari alat kesehatan masyarakat maupun stabilitas ekonomi, dengan dasar peraturan perundang-undangan yang mendasari keputusan tersebut.

LANDASAN HUKUM KENAIKAN CUKAI ROKOK

Landasan dasar hukum yang melandasi topik ini ialah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.010/2022. Peraturan tersebut merupakan perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan nomor 192/PMK.010/2021 tentang tarif cukai hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot, dan tembakau iris. Cukai merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempuyai sifat atau karakteristik yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan, salah satunya adalah rokok. Kebijakan ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, akan tetapi dapat meindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok melalui pengendalian edaran rokok di Indonesia. Cukai menyebutkan bahwa cukai dikenakan untuk barang yang memiliki dampak negatif terhadap masyarakat, dan rokok merupakan salah satu komoditas utama yang berisiko tinggi terhadap kesehatan. Oleh karena itu, dengan menaikkan cukai rokok, pemerintah berharap dapat mengurangi edaran rokok dikalangan masyarakat, terutama dikalangan generasi muda yang rentan terpapar bahaya rokok.

MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT

Salah satu tujuan utama dari kenaikan cukai rokok adalah untuk menurunkan povalensi merokok, yang merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan soke. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), rokk menjadi penyeba utama kematian dini di seluruh dunia. OLeh karena itu, kebijakan ini tidak hanya berbicara soal angka penerimaan negara, tetapi juga berbicara tentang investasi jangka panjang dalam peningkatan kualitas hidup msyarakat. Dengan meningkatkan harga rokok melalui cukai yang lebih tinggi, diharapkan akan ada pengurangan jumlah perokok, terutama dikalangan remaja dan orang dewasa muda yang lebih sensitif terhadap harga. Hal ini sejalan dengan prinsip “sin tax” yang diterapkan dibanyak negara, dimana cukai tinggi pada barang-barang yang berbahaya diharapkan dapat menekan konsumsi dan memberikan dampak positif bagi kesehatan publik.

PENINGKATAN PENERIMAAN NEGARA DAN PEMBIAYAAN KESEHATAN

Selain manfaat bagi kesehatan, kenaikan cukai rokok juga berpotensi meningkatkan pendapatan negara yang dapat digunakan untuk mendanai berbagai program sosial, termasuk dalam sektor kesehatan. Penerimaan dari cukai rokok dapat dialokasikan untuk mendukung sistem kesehatan yang lebih baik, seperti pembiayaan rumah sakit, program pencegahan penyakit, serta pendidikan kesehatan. Undang-undang Nomor II Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga menguatkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan fiskal yang lebih efisien, termasuk kebijakan cukai. Dalam hal ini, pemerintah tidak hanya mengandalkan cukai rokok sebagai sumber penerimaan, tetapi juga memanfaatkan dana tersebut untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan yang pada gilirannya berfungsi untuk mengurangi beban penyakit yang disebabkan oleh rokok.

DAMPAK POSITIF TERHADAP GENERASI MENDATANG

Menanggapi isu ketergantungan terhadap rokok dikalgnan remaja, kenikan cukai rokok juga berfungsi sebagai salah satu langkah preventif untuk melindungi generasi mendatang dari bahaya merokok. Dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 menerangkan mengenai aturan penjualan rokok, pembatasan iklan rokok serta peringatan kesehatan bahaya merokok pada kemasan. Dengan kebijakan ini, diharapkan memiliki dampak penekanan turunnya angka perokok pemula. Berdasarkan pada data survei kesehatan Indonesia yang diunggah oleh pihak kemensos menyebutkan beberapa hal mengenai fenomena perokok aktif di Indonesia, khususnya dikalangan anak dan remaja.

  • Jumlah Perokok Aktif

Diperkirakan ada sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia yang menunjukkan tingginya prevalensi merokok dikalangan masyarakat.

  • Perokok Usia 10-18 Tahun

Sekitar 7,4% dari total perokok aktif terdiri dari anak-anak dan remaja berusia 10-18 tahun.

  • Tren Peningkatan Perokok dikalangan Anak dan Remaja

Berdasarkan Global Youth Tobacon Survey (GYTS) 2019, prevalensi merokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun mengalami peningkatan.

  • Penggunaan Rokok Elektrik

Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi rokok elektrik meningkat tajam dari 0,3% pada 2019 menjadi 3% pada 2021.

EDUKASI MASYARAKAT MELALUI MEDIA

  1. Media Masa | Menggunakan Televisi, radio dan media cetak
  2. Media Sosial | Memanfaatkan plaform seperti Istagram, Twitter, Facebook dan Tik Tok untuk menjangkau lebih banyak orang.
  3. Iklan Pemerintah | Kampanye iklan di televisi dan media luar ruang yang menekankan pentingnya meningkatkan cukai rokok.

TRANSPARANSI PENGGUNAAN DANA CUKAI

  1. Penyuluhan tentang Penggunaan Dana Cukai | Masyarakat perlu tahu bahwa sebagian dari dana hasil cukai rokok akan digunakan untuk program-program kesehatan, seperti pengobatan penyakit terkait merokok, rehabilitasi perokok dan kampanye pencegahan merokok.
  2. Melibatkan Pihak Ketiga untuk Memverifikasi Penggunaan Dana | Memastikan bahwa penggunaan dana cukai rokok diawasi oleh lembaga Independen untuk mencegah penyalahgunaan.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini