JAKARTA,SOROSOWAN.CO.ID – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Fadil Zumhana mengatakan penyelesaian tindak pidana tidak selalu bersifat retributif (pembalasan).
Akan tetapi, bisa melalui solusi restorative justice atau suatu metode alternative penyelesaian perkara hukum yang difokuskan pada tujuan utamanya yaitu menerapkan rasa keadilan kepada pihak-pihak yang berperkara.
Kata Zumhana, restorative justice dapat menjadi solusi dalam penyelesaian sejumlah kasus tindak pidana ringan dan mencederai rasa keadilan di masyarakat.
Misalnya, kasus seorang nenek dipidana dikarenakan mengambil beberapa buah kakao dan seorang kakek dipidana karena mengambil getah karet yang jika dirupiahkan nilainya kurang lebih Rp17 ribu.
“Kasus tersebut tentunya mencederai hati nurani masyarakat dan para pencari keadilan, bahkan semakin menasbihkan pepatah hukum tumpul keatas dan tajam kebawah,” kata JAM-Pidum dalam siaran persnya, Rabu (23/3/2022).
Oleh karena itu, tegas dia, kiranya perlu adanya suatu alternatif penegakan hukum yang lebih membumi yang lebih ideal yaitu restorative justice.
“Penyelesaian perkara melalui restorative justice mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya permintaan agar penyelesaian perkara dilakukan melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ungkap Zumhana.
JAM-Pidum telah beberapa kali mengeluarkan petunjuk teknis dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, terakhir dengan surat edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/Ejp/02/2022 Tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menurut Zumhana, pembentukan Rumah Restorative Justice yang sudah dilaunching oleh Jaksa Agung pada Rabu 16 Maret 2022 dapat menjadi sarana penyelesaian perkara diluar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Rumah Restorative Justice tersebut pada hakekatnya juga diharapkan dapat menjadi triger untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya yang membutuhkan keadilan, kemaslahatan, namun tetap tidak menyampingkan kepastian hukum,” tandasnya. ***